CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Minggu, Juni 13, 2010

Marxism & Neo-Marxism

Marxisme
Apa itu yang disebut sebagai marxisme? Marxisme adalah suatu paham ekonomi dan sosial berdasarkan ide politik dan ekonomi dari Karl Marx dan Frederich Engels. Marxisme adalah sistem sosialisme dimana kepentingan yang dominan ialah pada kepemilikan publik, yaitu produksi, distribusi dan tukar-menukar (proses jual beli). (http://www.allaboutphilosophy.org/what-is-marxism-faq.htm). Ekonomi lebih ditonjolkan dalam paham ini dan politik berada dalam posisi kedua karena politik sebagian besar ditentukan oleh konteks sosial-ekonomi, sehingga kelas sosial yang dominan di ekonomi, secara otomatis juga dominan dalam politik. Sifat hubungan ekonominya adalah konfliktual, dimana antar negara dapat saling mencari maximum profit seluas-luasnya dan diperbolehkan menjatuhkan negara lain. (Jackson & Sorensen.1999).

Pada marxisme, publik dibagi menjadi dua golongan, dimana kaum borjuis yang berperan sebagai pemilik alat produksi, serta kaum proletar (buruh) yang berperan sebagai tenaga kerja / penggerak produksi. Bisa dikatakan bahwa aktor dari Marxisme itu ialah kedua kelas tersebut, borjuis dan proletar (dengan kelas borjuis sebagai pemegang kendali). Elemen dasar Marxisme dalam buku Dictionary of International Relations diantaranya :

1. Semua sejarah (dalam Marxisme) adalah sejarah dari perjuangan kelas antara kelas yang berkuasa dan kelas yang menentang.

2. Kapitalisme membangkitkan adanya pertentangan kelas, antara kelas borjuis dan proletar dengan kelas borjuis sebagai pemegang kendali.

3. Kapitalisme menggunakan perang untuk semakin memanjangkan umur.

4. Sosialisme, yang menghancurkan kelas, juga harus menghancurkan perang.

5. Ketika suatu negara telah lemah, begitu pula politik internasional. (Evans & Newnham.1998)

Karl Marx melihat bahwa kapitalisme tidak sepenuhnya buruk meskipun perekonomian kapitalis yang notabene dikendalikan oleh kaum borjuis bersifat eksploitatif terhadap buruh. Mengapa? Karena Marx melihat bahwa sistem feodalisme yang justru mencerminkan eksploitasi buruh yang parah. Dalam feodalisme, seolah-olah buruh adalah budak, sehingga harus mau mendedikasikan hidupnya pada majikan, sedangkan lain halnya dengan kapitalisme dimana para buruh masih diberi penghargaan atas kerjanya dengan melalui upah. Meskipun tidak sebanding antara tenaga yang dijual dengan imbalan yang diperoleh, Marx percaya bahwa kapitalisme yang menciptakan ketidakmerataan kelas pada akhirnya justru akan membawa jalan bagi revolusi sosial dimana alat-alat produksi akan ditempatkan dalam kontrol sosial bagi keuntungan kaum proletar dan menciptakan masyarakat sosialis seperti cita-cita Marx. Marxisme mengutamakan sebuah kebebasan, artinya sebuah independensi dimana tiap-tiap individu dapat bebas berpegang pada pendiriannya berkenaan dalam proses produksi, sebagai contoh, kaum proletar bebas menjual keterampilan bekerjanya kepada kaum borjuis dengan harapan mendapatkan upah yang terbaik.

Neo-Marxisme
Neo-Marxisme adalah sebuah paham yang mengacu pada kebangkitan kritis teori Marxis pada periode pasca-perang, yang paling sering digunakan untuk menunjukkan pekerjaan di bidang ekonomi politik radikal yang mencoba untuk menggabungkan aspirasi revolusioner dan berorientasi konsep Marxisme dengan beberapa perangkat yang disediakan oleh ekonomi non-Marxis, terutama karya Keynes. Politik dengan rasa keterbatasan Marxisme dalam menghadapi fenomena seperti fasisme atau massa budaya, tampaknya telah pertama kali diperkenalkan untuk menggambarkan pemikir - seperti Joan Robinson, Paul A. Baran, dan Paul M. Sweezy - yang berusaha untuk memperbaharui kritik ekonomi politik dalam situasi yang ditandai dengan munculnya korporasi global. Neo-Marxisme adalah sebutan untuk menunjukkan upaya, selama dan setelah Perang Dunia II, yang bercermin pada ketepatan kategori Marxis untuk memahami kondisi perubahan akumulasi modal. (Toscano, Alberto.2007). Pada neo-marxisme, aktor yang berperan penting adalah negara, kaum borjuis dan kaum proletar.

Berkenaan dengan tatanan dunia dan sistem internasional, neo-marxisme melihat kesemuanya itu sebagai sebuah sistem kapitalis dari rangkaian berbagai hubungan sosial, ekonomi, dan politik yang saling terhubung dan secara bersama-sama membentuk sebuah struktur. Dengan artian, keum neo-marxis melihat sistem kapitalis global sebagai suatu sistem yang menunjukkan mulai munculnya berbagai hubungan diantara para elit dengan saling berbagi kepentingan dasar. (Steans & Pettiford. 2009). Pada paham neo-marxisme pula, muncul dua teori yang memiliki pengaruh besar, yaitu teori ketergantungan (dependency theory) yang berpendapat bahwa perekonomian di Asia, Afrika, dan Amerika Latin berada di ‘pinggiran’ dalam perekonomian global dan mereka bergantung pada negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Utara yang berada di ‘pusat’ sistem. Artinya, negara pinggiran tersebut hanya memproduksi bahan mentah maupun barang setengah jadi, dan bukan barang jadi, sedangkan negara pusat sudah bisa memproduksi barang manufaktur seperti kulkas, televisi dan lain sebagainya. Teori lain ialah teori sistem-dunia, dimana pada teori ini memandang bahwa kapitalisme digerakkan oleh dorongan dari setiap pengusaha baik individu maupun perusahaan besar yang berusaha untuk memaksimalkan keuntungan mereka, maka dari itu timbul kecenderungan mendasar untuk memperluas volume produksi menjadi sangat besar dalam perekonomian dunia. Intinya, Neo-Marxisme memperluas analisis Karl Marx tentang pengeksploitasian antara kaum borjuis terhadap kaum proletar. Neo-Marxisme berpendapat bahwa perekonomian kapitalis global yang notabene dikendalikan oleh negara kapitalis kaya, dipergunakan untuk mengeksploitasi negara pinggiran (periphery).

Jadi menurut saya, marxisme lebih menitikberatkan pada kesenjangan antara kaum borjuis dan kaum proletar yang kemudian muncul gagasan masyarakat sosialis. Namun, tidak seperti Marxisme, Neo-Marxisme yang menitikberatkan pada sirkuit uang dan komoditas yang berpendapat bahwa modal asing akan berekspansi ke pinggiran untuk memperpanjang proses penaikan harga. Keduanya juga sama-sama mengusung kebebasan individu (independensi).

Referensi:

1. Jackson, R., &. Sorensen, G. (1999). Introduction to International Relations, Oxford University Press.

2. Burchill, Scott & Linklater, Andrew. (1996). Theories of International Relations. New York: St. Martin’s Press.

3. Evans, Graham & Newnham, Jeffrey. (1998). The Penguin Dictionary of International Relations. Penguin Group.

4. All About Philosophy. What Is Marxism?. http://www.allaboutphilosophy.org
/what-is-marxism-faq.htm. Diakses tgl 4 April 2010.

5. Toscano, Alberto. (2007). Neo-Marxism. http://www.blackwellreference.com/public/tocnode?id=g9781405124331_chunk_g978140512433120_ss1-12. Diakses tgl 6 April 2010.

6. Steans, Jill & Pettiford, Lloyd. (2009). International Relations : Perspectives and Themes. Pearson Education Limited, Edinburgh Gate.

0 Comments: