Pengertian Foreign policy yang telah saya temukan dalam buku Dictionary of International Relations karya Graham Evans dan Jeffrey Newnham adalah suatu aktivitas, dimana suatu negara itu melakukan tindakan, melakukan reaksi, serta melakukan interaksi. (Evans & Newnham. 1998). Sedangkan Profesor Quincy Wright, merumuskan foreign policy sebagai suatu tingkah laku yang ditunjukkan negara dengan mengacu pada lingkungan yang berada di luar batas wilayahnya (Wright. 1930). Foreign policy juga dapat disebut sebagai aktivitas yang terbatas, maksudnya adalah foreign policy ini mempunyai dua wilayah implementasi, yaitu wilayah domestik (dalam negara itu sendiri) dan wilayah eksternal (global). Wilayah domestik dalam hal ini saya asumsikan sebagai suatu faktor yang mempengaruhi penentuan kebijakan luar negeri yang berasal dari dalam (internal factor). Wilayah ini meliputi pusat sumber daya dalam suatu negara, posisi negara tersebut secara geografis dengan negara lain, level perkembangan ekonominya, struktur demografis (kependudukan) negara tersebut serta ideologi atau nilai-nilai fundamental.
Mengingat sedemikian pentingnya hal tersebut, maka tak heran jika wilayah atau variabel domestik itu membawa pengaruh yang penting dalam pengambilan putusan kebijakan luar negeri oleh para decision makers.
Sedangkan wilayah eksternal adalah suatu faktor pengaruh yang berasal dari luar batas negara, misalnya saja adalah isu terorisme yang kemudian meresahkan masyarakat internasional. Dapat dikatakan pula bahwa wilayah eksternal ini merupakan wilayah dimana sebuah kebijakan itu diimplementasikan. Sebagai salah satu contoh kasus nyata yang akan saya ungkapkan adalah kebijakan luar negeri Jepang pada sekitar tahun 1973-1990 dimana ketika itu berawal dari Perang Oktober pada tahun 1973 antara Israel dan Arab. Kita tahu bahwa sejak dulu, Israel memang sudah sangat dekat dengan Amerika (yang juga mempunyai manfaat penting bagi perkonomian Jepang), namun di sisi lain, Arab pun memberikan jaminan akan terus mengalirkan minyaknya (dalam hal ini berarti melakukan perdagangan minyak) asalkan Jepang mau memutuskan hubungan dengan Israel. Dengan keadaan yang sedemikian itu, akhirnya Jepang memutuskan untuk mengambil kebijakan jalan tengah (mid-way policy) dengan jalan tetap bersimpati kepada negara Arab dan tetap menjalin hubungan diplomasi dengan Amerika Serikat untuk menjaga keutuhan hubungan aliansi strategisnya. Namun, meskipun Jepang sudah mau bekerja sama dengan Amerika Serikat, namun Jepang tetap tidak mau menjalin hubungan diplomatis dengan Israel. (Aati. 2003)
Selain yang telah saya sebutkan di atas, James N. Rosenau memberikan tiga tambahan berkenaan dengan variabel yang berpengaruh dalam pengambilan kebjakan luar negeri. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah:
Variabel Birokrasi, Birokrasi diartikan sebagai kumpulan berbagai individu serta organisasi di dalam lembaga eksekutif yang membantu para pembuat keputusan dalam membuat kebijakan luar negeri. Banyak yang mengatakan bahwa disamping sebagaian besar kebijakan merefleksikan kepentingan-kepentingan biro pemerintah, dinas-dinas militer dan divisi lainnya yang saling bertentangan, juga secara konstan bersaing untuk melindungi atau menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhan birorasi mereka yang sempit itu dan untuk memaksimalkan keterlibatan serta pengaruhnya dalam proses pembuatan keputusan. Misalnya saja dalam penentuan kebijakan untuk melaksanakan perang, maka Departemen Pertahanan pasti juga ikut andil dalam menentukan kebijakan tersebut.
Variabel Grup, yaitu variabel yang berupa suatu kelompok-kelompok tertentu yang berada di sekitar aktor utama dimana kelompok tersebut ternyata juga berperan penting dalam decision making process. Hal ini bisa saja terjadi ketika kelompok tersebut memiliki power terhadap aktor utama serta memiliki arah yang jelas. Misalnya adalah kelompok partai politik yang memiliki tujuan untuk menyalurkan aspirasi rakyat terkait dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, terlebih pada kebijakan dalam negeri. Tidak hanya itu, mereka pun juga dapat memasukkan kepentingan-kepentingan mereka dalam menentukan kebijakan luar negeri.
Dan yang terakhir adalah variabel individu, yaitu variabel dimana ada individu-individu tertentu dengan memiliki power yang dapat mengatur segala pembuatan kebijakan luar negeri maupun dalam negeri. Kecenderungan akan variabel individu ini adalah kecenderungan untuk membentuk suatu negara yang otoriter, bukan demokratis. Dengan hal ini, sudah jelas bahwa tidak ada suatu bentuk check and balance pada pemimpin negara. Sebagai contoh adalah Hitler di Jerman, Raja Louis XIV di Perancis dan masih banyak lagi. Namun ketika saya lihat lagi, ternyata juga ada (meskipun pemerintahannya juga tidak tergolong otoriter) kecenderungan variabel individu dalam penentuan kebijakan luar negeri, yaitu Amerika Serikat yang membuat kebijakan untuk menginvasi Irak. (Rosenau dalam Couloumbis. 1986). Namun tetap saja, variabel individu dalam menentukan kebijakan luar negeri itu pun juga tergantung seberapa rasionalkah psikologis dan kepribadian dari seorang pemimpin
Pembuatan kebijakan luar negeri seperti yang telah dijelaskan di atas bisa kita pahami sebagai instrumen atau tujuan ataupun sebagai tujuan itu sendiri. Di sini saya lebih memilih untuk mendefinisikannya sebagai serangkaian proses untuk menghasilkan langkah perencanaan yang berdasarkan pada kepentingan nasional dan tujuan nasional yang mana nantinya akan diarahkan ke luar negeri, agar negara tersebut dapat mempertahankan eksistensi dirinya dalam lingkup internasional.
Memang dalam melaksanakan decision making dalam rangka menciptakan sebuah amunisi (dalam hal ini saya umpamakan amunisi sebagai foreign policy) yang ampuh itu tidaklah gampang. Untuk itulah diperlukan berbagai macam sinergi yang kokoh agar suatu negara tidak mudah digulingkan oleh negara lain. Mungkin kita juga sempat bertanya, apakah antara kebijakan luar negeri dan politik luar negeri itu sama? Maka jawabannya adalah tidak sama. Politik luar negeri itu ibaratnya seperti sebuah identitas dari suatu negara. Politik luar negeri itu adalah paradigma besar yang dianut sebuah negara tentang cara pandang negara tersebut terhadap dunia atau biasa disebut sebagai wawasan internasional, karena itulah politik luar negeri cenderung bersifat tetap. Sedangkan kebijakan luar negeri merupakan implementasi strategi yang diterapkan berdasar pada pendekatan, variabel yang berpengaruh dan keinginan pemerintahan terpilih dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Jadi, kebijakan luar negeri itu bergantung pada politik luar negeri dan bersifat tidak tetap.
Referensi:
Aati, Badr Abdel, Dr. 2003. The Influence of External Factors on Foreign Policy:
A Case Study of Japanese Policies Towards Israel 1973-2003. The International Politics Journal. http://www.mafhoum.com/press5/153P59.htm. Diakses tgl 11 Mei 2010.
Couloumbis, Theodore & Wolfe, James. 1986. Introduction to International Relations, Power and Justice. Prentice Hall.
Evans, Graham & Newnham, Jeffrey. 1998. Dictionary of International Relations. Penguin Group.
Wright, Quincy. 1930. The American Journal of Sociology. The University of Chicago Press.
Rabu, Mei 12, 2010
Penentuan Kebijakan Luar Negeri Sebagai Tonggak Kokohnya Negara Dalam Lingkup Internasional
Dicorat-coret oleh: Reinhardt Klauss Jam: 9:56 PM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Comments:
Posting Komentar