CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Rabu, Mei 05, 2010

Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi (2)

Dalam pembahasan kali ini, saya akan mengupas tentang apa itu sebenarnya demokrasi, bentuk-bentuk demokrasi dan penerapannya dalam negara kita ini, yang merupakan lanjutan dari pembahasan sebelumnya mengenai demokrasi dan pendidikan demokrasi bagian 1 dan terdiri dari 5 pokok permasalahan yang harus diselesaikan untuk dapat memahami mengenai demokrasi. Adapun kelima pokok permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Hakikat demokrasi.
  2. Sejarah perkembangan demokrasi di Barat dan di Indonesia.
  3. Negara Hukum, Mayarakat Madani, Infrastruktur Politik dan Pers yang bebas dan bertanggung jawab sebagai komponen penegakan demokrasi.
  4. Hubungan antara demokrasi dan agama.
  5. Prospek demokrasi di Indonesia.

Pemecahan Pokok Permasalahan 1
Hakikat demokrasi dapat kita telaah awalnya dari pengertian demokrasi dari segi bahasa, yang terdiri dari dua kata yaitu "demos" yang berarti rakyat dan "cratos" yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi, demokrasi di sini diartikan sebagai kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dalam kata lain berarti rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam penentuan keputusan. Terminologi demokrasi menurut Josefh A. Schmeter, merupakan suatu perencanaan institusional dalam mencapai keputusan politik dimana individu memperoleh kekuasaan untuk memperoleh kekuasaan untuk memututskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Sedangkan menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, demokrasi merupakan sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.

Dari pendapat beberapa ahli tersebut, terdapat suatu kesimpulan bahwa dalam demokrasi, rakyat-lah yang berperan sebagai pemegang kekuasaan, pembuat dan penentu kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan serta pengontrol terhadap pelaksanaan kebijakannya baik yang dilakukan secara langsung oleh rakyat atau mewakilinya melalui lembaga perwakilan. Maka dari itu, negara yang menganut paham demokrasi, sebaiknya tidak hanya mendengarkan kemauan kaum mayoritas semata, namun juga kemauan kaum minoritas, meskipun dalam prakteknya, masih sulit menemui hal yang demikian itu. Pemerintahan dari rakyat berhubungan erat dengan pemerintahan legitimasi dan pemerintahan tidak legitimasi.

Pemerintahan legitimasi berarti pemerintahan yang berkuasa mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat. Sebaliknya, pemerintahan tidak legitimasi adalah pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat. Legitimasi ini merupakan hal yang sangat penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintah dapat menjalankan program pemerintahan dan pembangunan sebagai wujud dari amanat yang diberikan rakyat kepada pemerintah. Selain itu, lantas apakah prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri? Pertanyaan tersebut dijawab Inu Kencana bahwa ada sekitar 20 prinsip, namun kali ini akan saya cantumkan 5 saja, diantaranya adalah:

Adanya pembagian kekuasaan (sharing power)
Mengapa harus demikian? Hal tersebut dimaksudkan agar antara pembuatan undang-undang dan pelaksana undang-undang dapat terjadi suatu bentuk pengawasan atau kontrol (checking power with power)

Adanya pemilihan umum yang bebas (general election)
Untuk terpilihnya pemerintahan yang dikehendaki rakyat, diperlukan pemilihan umum yang dilaksanakan secara jujur, adil, bebas dan demokratis oleh lembaga independen.

Adanya manajemen pemerintahan yang terbuka
Hal tersebut dimaksudkan agar pemerintahan yang tercipta tidak bersifat kaku dan otoriter, maka diperlukanlah partisipasi rakyat dalam menilai pemerintahan, dilakukan secara transparan, dan menerapkan akuntabilitas publik.

Adanya kebebasan individu
Ini diperlukan dalam negara demokrasi untuk membuktikan bahwa rakyat memang diberi kebebasan seluas-luasnya dan tidak dikekang seperti negara otoriter, sehingga rakyat tidak perlu lagi dihantui rasa takut.

Adanya peradilan yang bebas
Dimaksudkan agar peradilan dan hukum tidak tercampur aduk dengan aparat pemerintah karena dikhawatirkan akan terjadi ketidakadilan dan bentuk penyelewengan hukum lainnya. Dengan tidak tercampurnya hal tersebut, diharapkan pula nantinya lembaga peradilan dapat bersikap adil dalam pemutusan perkara.
Sedangkan menurut Robert Dahl, ada tujuh prinsip ditegakkannya demokrasi, yaitu kontrol atas keputusan pemerintah, pemilihan yang teliti dan jujur, hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman, kebebasan mengakses informasi serta kebebasan berserikat. Selain prinsip tersebut, demokrasi berdiri di atas fondasi fundamental yaitu otoritas, privasi, tanggung jawab, dan keadilan.

Pemecahan Pokok Permasalahan 2

Sejarah Perkembangan Demokrasi di Barat
Seperti apakah sejarah dan perkembangan demokrasi di Barat? Konsep ini semula lahir di Yunani kuno antara abad 4 SM hingga abad 6 M, yang mana pada masa itu berbentuk negara-kota (city-state) dan dijalankan dalam bentuk demokrasi langsung yang artinya dalam menyampaikan haknya unntuk membuat kebijakan politik, rakyat dapat menyampaikannya secara langsung berdasarkan prosedur mayoritas, mengingat pada masa itu, dalam sebuah city-state tidak memiliki jumlah warga negara yang besar, persoalannya pun tidak serumit negara kita. Namun demikian, tidak semua rakyat di negara-kota ini mendapatkan hak-hak demokrasi. Hak-hak tersebut hanya diberikan untuk kaum lelaki yang sudah menjadi warga negara yang resmi. Sedangkan di luar daripada ketentuan tersebut, tidak berhak untuk ikut memberikan suara dalam penentuan kebijakan politik. Maka dari itulah, meskipun memang dari luar tampak negara-kota ini bersifat demokratis, namun masih saja ada bentuk-bentuk diskriminatif.

Kemudian setelah itu, ketika memasuki abad pertengahan demokrasi sudah tidak bisa dijumpai lagi, karena pada abad ini, struktur masyarakat Barat dicirikan berperilaku feodal. Kehidupan spiritual dikuasai oleh Paus dan pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya diwarnai perebutan kekuasaan oleh para bangsawan. Dan lama-kelamaan, justru Paus-lah yang seakan-akan mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Maklumat yang dikeluarkan oleh gereja seolah berubah menjadi sebuah undang-undang yang harus dilaksanakan dan apabila melanggar, maka akan diberi hukuman sesuai ajaran gereja. Pada masa abad pertengahan inilah kebebasan rakyat benar-benar dikebiri dan masa ini semakin dikenal dengan sebutan The Dark Middle Ages atau abad pertengahan yang gelap.

Menjelang akhir abad pertangahan, tumbuh kembali keinginan untuk menghidupkan demokrasi, karena dirasa pada masa itu, kebebasan rakyat benar-benar dikebiri. Hal itu diindikasikan dengan lahirnya Magna Charta (Piagam Besar) sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John dengan bawahannya. Dalam piagam Magna Charta disebutkan bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan preveleges bawahannya termasuk rakyat jelata sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Selain itu dalam piagam ini memuat dua prinsip yang sangat mendasar, yaitu adanya pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.

Munculnya kembali gerakan demokrasi di Eropa Barat pada abad pertengahan juga didorong oleh perubahan sosial-budaya atau biasa disebut sebagai gerakan Renaissance. Selain Renaissance, ada juga peristiwa lain yang mendorong timbulnya demokrasi di Eropa Barat, yaitu gerakan reformasi. Gerakan ini merupakan gerakan revolusi agama yang dilakukan oleh Martin Luther yang menyulut api pemberontakan terhadap dominasi gereja. Dobrakan absolutisme dan monarki berdasarkan aliran rasionalisme disebut sebagai social-contraxl. Pada perjanjian ini kemudian lahir apa yang disebut sebagai hukum alam (natural law). Namun, lama-lama hukum ini semakin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan diganti dengan peraturan baru yang lebih demokratis.

Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Mengenai sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahapan pra-kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Apabila dilihat dari segi waktu, dapat dibagi menjadi empat periode. Mari kita bahas satu per satu.

Demokrasi Periode 1945-1959
Demokrasi pada periode ini dikenal sebagai demokrasi parlementer. Demokrasi ini tercipta setelah proklamasi kemerdekaan dan diperkuat dalam UUD 1945 serta UUDS 1950. Persatuan untuk memerangi musuh bersama tidak dapat dibina secara konstruktif karena selama demokrasi parlementer, orang cenderung lebih mementingkan bagaimana bisa duduk di kursi jabatan ketimbang memerangi musuh bersama. Maka dari itulah, selama masa ini, banyak keluar mosi tidak percaya kepada pemerintah yang berakibat pada sering gantinya kabinet pemerintahan dan program-program pembangunan. Hal ini juga berdampak pada koalisi partai yang ternyata kurang mantap dan lebih mementingkan kepentingan partainya sendiri

Demokrasi Periode 1959-1965
Pada era ini disebut pula sebagai Demokrasi Terpimpin. Demokrasi ini cenderung berupa dominasi presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Mengapa terjadi hal yang demikian itu? Karena pada masa sebelumnya, pemerintahan cenderung lebih kacau dan tidak terkonsentrasi, maka dari itulah Demokrasi Terpimpin ingin agar pemerintahan dapat terpusat dan tidak lagi kacau. Walaupun memang dalam prakteknya, demokrasi ini banyak melakukan distorsi terhadap demokrasi. Salah satu contohnya adalah dekrit presiden 5 Juli 1959 yang dianggap sebagai salah satu usaha mengatasi kemacetan politik, ternyata justru merupakan penyimpangan bentuk demokrasi. Bahkan Pemimpin Tertinggi Revolusi (sebutan presiden pada masa itu) pernah akan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.

Demokrasi Periode 1965-1998
Pemerintahan pada masa ini muncul setelah ditumpasnya PKI. Landasan formilnya adalah Pancasila, UUD 1945 serta ketetapan-ketetapan MPR. Semangat yang mendasarinya adalah ingin mengembalikan pemerintahan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena praktik demokrasi selalu mengacu pada kedua hal tersebut, maka demokrasi pada masa ini dinamakan sebagai Demokrasi Pancasila.

Pemecahan Pokok Permasalahan 3

Negara Hukum
Negara hukum atau Rechstaat dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia diartikan sebagai negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya melalui perlembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjamin hak-hak asasi manusia. Konsep negara hukum ialah sebagai berikut:
  1. Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM.
  2. Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  3. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara.
  4. Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri.
Selanjutnya, istilah negara hukum juga dapat ditemukan dalam UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (Machstaat). Negara hukum sangat dibutuhkan bagi penegakan demokrasi agar setiap masyarakat merasa terlindungi dari kesewenangan yang mungkin akan terjadi.

Masyarakat Madani
Masyarakat Madani (Civil Society) adalah masyarakat yang dicirikan sebagai masyarakat yang terbuka, bebas dari pengaruh tekanan negara dan kekuasaan, kritis dan berpartisipasi aktif serta bagian integral dari penegakan demokrasi. Dalam masyarakat madani diasumsikan bahwa proses demokratisasi sebagai proses politik dorongannya berasal dari perjuangan masyarakat yang sadar secara etis dan bertanggung jawab atas perbaikan nasibnya sendiri. Menurut Gellner, masyarakat madani bukan hanya merupakan syarat penting bagi demokrasi, namun tatanan nilai dalam masyarakat madani seperti kebebasan dan kemandirian juga merupakan sesuatu yang inheren (baik secara internal dalam hubungan horizontal maupun eksternal).

Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik juga dapat mendukung tegaknya demokrasi. Hal ini terdiri dari partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan. Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang anggotanya memiliki orientasi, nilai dan cita-cita yang sama untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Partai politik mempunyai empat fungsi yang merupakan pengejawantahan dari nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan, serta adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai. Begitu pula aktivitas yang dilakukan kelompok-kelompok gerakan dan penekan merupakan perwujudan adanya kebebasan berorganisasi, menyampaikan pendapat dan melakukan oposisi terhadap negara dan pemerintah yang kesemuanya merupakan indikator bagi tegaknya sebuah demokrasi.


Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Pers merupakan pilar keempat dalam penegakan demokrasi pada sebuah negara setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Salah satu peranan pers adalah sebagai penyedia informasi bagi masyarakat yang berkaitan dengan berbagai persoalan baik dalam kaitan dengan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan maupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.

Pers lebih ditekankan berposisi pada sifat independensi yang bebas menyebarkan informasi dan pendapat. Pers hanya harus dapat bertanggung jawab secara yuridis di pengadilan dan bertanggung jawab etika jurnalistik atas isi berita atau informasi yang disebarkan. Pers juga dapat berfungsi sebagai pengawas terhadap kinerja pemerintah.

Pemecahan Pokok Permasalahan 4
Agama dan demokrasi merupakan konsep dan sistem nilai yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Menurut Komaruddin Hidayat, ada tiga pandangan mengenai hubungan antara agama dan demokrasi. Pandangan pertama (model paradoksal) menyatakan bahwa antara demokrasi dan agama tidak bisa dipertemukan bahkan berlawanan. Tokoh yang berpandangan seperti ini adalah Karl Marx, Nietzche dan Sartre. Mereka berpandangan bahwa agama membelenggu kebebasan penalaran individu untuk membangun dunianya secara otonom berdasarkan kehendak mereka. Pandangan kedua (model sekuler) menyatakan bahwa antara agama dan demokrasi bersifat netral, dimana setiap masalah berjalan sesuai dengan jalannya sendiri. Agama berurusan dengan agama, sementara politik berurusan dengan politik.

Karena itu, agama hanya mengurusi masalah hubungan manusia dengan Tuhan dan pencarian makna hidup dan kehidupan. Sementara dalam interaksi sosial, nilai-nilai demokrasi dijadikan sebagai tata krama dan etika sosial yang mana dalam hal ini, agama tidak dapat memainkan perannya. Pandangan ketiga (model teo-demokrasi) menyatakan bahwa antara agama dan demokrasi memiliki keseuaian. Baik secara teologis maupun sosiologis, agama mendukung proses demokratisasi politik, ekonomi maupun kebudayaan.

Pemecahan Pokok Permasalahan 5
Di negara berkembang (termasuk Indonesia) proses perkembangan demokrasi berjalan secara tersendat-sendat, bahkan ada yang tidak bisa muncul sama sekali. Menurut Samuel Huntington, model politik pada negara berkembang itu ada dua, yaitu model negara feodal dan negara birokratis. Keduanya memiliki sistem politik yang bersifat pemusatan kekuasaan yang dapat memperkecil suburnya demokrasi. Indonesia pun memang pernah mengalami hal tersebut dan menggunakan kedua sisem tersebut. Demokratisasi yang sedang bergulir di Indonesia saat ini merupakan suatu tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi secara cermat oleh selurh komponen penegak demokrasi. Sebagai tantangan karena agenda demokratisasi cukup banyak seperti dalam bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan sosial budaya. Sedangkan sebagai peluang yang dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang dapat menerapkan prinsip dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.

1 Comments:

santri212 mengatakan...

thx broo dah bntu gw nylesain makalah gw,salam 212 dri gw!!!